Makna Ishlah dalam revolusi Imam Husein as.
[Rakhmat Hidayat]
Muharram 20 Oktober 2015
Saat Imam
Husein as. berazam untuk meninggalkan Madinah menuju Makkah, beliau mengunjungi
makam datuk dan manusia yang paling dia cintai, Rasulullah saw, untuk
mengucapkan salam perpisahan. Imam Husein as. selalu berziarah ke makam itu
karena hanya disamping pusara kakeknya itulah ia merasa tenang dan damai.
Namun, ziarah beliau kali ini terasa berbeda, terasa sangat menyesakkan dada,
teramat menyiksa jiwa dan kelam terselimuti duka. Karena Imam tahu bahwa itulah
ziarah terakhir .
Saudara-saudaraku
yang kukasihi, dengarkanlah suara lirih Imam memanggil nama Rasulullah:
"Ya Rasulullah,
ya nabiyyallah, ya habiballah, ya jaddaah...!, ini Huseinmu datang lagi. Namun
kali ini aku datang padamu dengan selaksa duka yang menderaku dan dengan
kepedihan yang menyiksaku. Mereka tinggalkan aku, mereka hinakan aku dan
terlantarkan keluargaku. Bawalah aku bersamamu ya Rasulullah...karena berat
kurasakan langkah kaki ini untuk meninggalkanmu..."
Karena
kelatihan jiwa dan raga, Imam Husein tertidur diatas makam Rasulullah dengan
air mata yang masih membasahi wajahnya. Imam merasa berada di pelukan hangat
manusia mulia yang paling dicintainya itu. Tiba-tiba, dalam tidurnya, Rasul
mendatanginya, mengusap kepalanya, mencium wajahnya, mengecup bibirnya dan
meletakkan Husein ke dadanya yang harum dan menenangkan. Rasul bersabda:
"Sabarlah wahai anakku, tak lama lagi engkau akan bertemu denganku, minum
air telagaku, bertemu dengan ayahmu, bersua dengan ibumu dan bersatu dengan
abangmu".
Imam
terbangun dari tidurnya dengan letih dan lemah...tubuhnya lelah tiada
betenaga...wajahnya menggambarkan duka alam semesta.
Langkahnya
gontai dan enggan untuk beranjak dari makam Rasulullah, taman hatinya. Akhirnya
beliau sampaikan salam perpisahan dengan penuh kepedihan.
Sebelum
melakukan perjalanan itu, Imam berwasiat kepada keluarga dan sahabat yang tidak
turut serta, beliau menulis surat wasiat yang ditulis dan ditanda tangani oleh
beliau sendiri serta menyerahkannya kepada saudaranya, Muhammad Al Hanafiyah,
inilah nash wasiat itu:
هذا ما أوصى به الحسين بن علي إلى
أخيه محمد ابن الحنفية، أنّ الحسين يشهد أنّ لا إله إلا الله، وحده لا شريك له،
وأن محمداً عبده ورسوله جاء بالحق من عنده، وأن الجنة حق والنار حق، وأن الساعة
آتية لا ريب فيها، وأن الله يبعث من في القبور، وأني لم أخرج أشراً ولا بطراً ولا
مفسداً ولا ظالماً، وإنما خرجت لطلب الإصلاح في أمة جدي وأبي علي بن ابي طالب فمن
قبلني بقبول الحق فالله أولى بالحق، ومن رد علي أصبر حتى يقضي الله بيني وبين
القوم الظالمين وهو خير الحاكمين» (راجع بحار الأنوار 4/329.
"Inilah
wasiat Husein bin Ali kepada saudaranya, Muhammad bin Al Hanafiyah bahwa Husein
telah bersaksi bahwa:
·
Tiada Tuhan selain
Allah, Yang Esa dan tiada sekutu bagi-Nya. Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya
dengan membawa kebenaran dari sisi-Nya.
·
Surga dan neraka adalah
haq adanya, kiamat akan datang tanpa keraguan, Allah akan bangkitkan manusia
dari kubur.
·
Aku tidak keluar (ke medan
Karbala) untuk kejelekan atau kesia-siaan atau kerusakan atau sebagai orang
yang zalim. Akan tetapi aku keluar untuk memperbaiki (ishlah) umat
kakekku Muhamammad SAW. dan ayahku Ali bin Abi Thalib as. Barangsiapa yang
menerimaku dengan haq maka Allah lah yang haq dan barangsiapa menolakku maka
aku akan bersabar hingga Allah memutuskan perkara antara aku dan kaum yang
zalim karena Dialah sebaik-baik hakim".
Makna ishlah
Ishlah berasal dari kata
ashlaha yang berarti menshalihkan sesesuatu dan menjadikannya layak dan pantas.
Ishlah adalah misi utama
Kehidupan dunia ini
dipenuhi oleh perkara-perkara yang sudah terjungkir balik. Yang baik terlihat
buruk dan yang buruk terlihat baik. Yang hina menjadi mulia dan manusia mulia
dihinakan. Hal ini tidak lepas dari sifat dunia yang identik dengan permainan
dan tipu daya.
Hingga Rasul pernah
bersabda bahwa akan datang suatu jaman dimana yang baik terlihat buruk dan yang
buruk terlihat baik.
Rasul juga bersabda:
"Neraka dihias dengan kesenangan sedangkan surga dihias dengan hal-hal
tidak menyenangkan".
Ishlah bagi umat adalah
misi utama Imam Husein, melatakkan segala sesuatu pada tempatnya yang sesuai
adalah targetnya. Karenanya setiap perjuangan dan pengorbanan yang dilakukan
selalu tetap berada pada frame misi tersebut.
Banyak orang yang
mengaku melakukan ishlah padahal yang ia lakukan adalah kerusakan :
#sÎ)ur @Ï% öNßgs9 w (#rßÅ¡øÿè? Îû ÇÚöF{$# (#þqä9$s% $yJ¯RÎ) ß`øtwU cqßsÎ=óÁãB ÇÊÊÈ Iwr& öNßg¯RÎ) ãNèd tbrßÅ¡øÿßJø9$# `Å3»s9ur w tbráãèô±o ÇÊËÈ
Dan apabila dikatakan
kepada mereka: 'Janganlah kalian berbuat kerusakan di muka bumi', mereka
menjawab: 'Sesungguhnya kamilah yang melakukan ishlah'. Ketahuilah
sesunggunhnya merekalah pembuat kerusakan namum mereka tidak menyadarinya (Q.S
Al Baqarah: 11-12)
·
Wahabi
takfiri yang melahirkan ISIS, Al Qaeda, Jabhat Nushra pun mengatasnamakan
ishlah aqidah dan ishlah dalam daulah Islamiyah dengan menghancurkan dan
membunuh muslimin yang lain. [1]
·
Khadimul
Haramain (pelayan 2 tempat suci) telah berubah menjadi Hadimul Haramain
(penghancur 2 tempat suci) juga mengatasnamakan ishlah saat membangun
fasilitas-fasilitas modern sekitar Ka'bah dengan menghancurkan peninggalan
sejarah Islam yang agung. Mereka tidak mau disalahkan atas tragedi jatuhnya crane
dan tragedi Mina yang terjadi baru-baru ini. Mereka tetap merasa berbuat ishlah
meskipun mereka adalah pembuat kerusakan yang sebenarnya.
·
Ironisnya,
di kalangan Syiah muncul kelompok yang merasa melakukan ishlah (kalau kita
berbaik sangka) dengan melakukan aktivitas yang justru mencoreng Syiah dan para
Imam. Lihatlah Yasir Habib dan kelompoknya yang mengadakan acara memperingati
masuknya Aisyah ke neraka dan memenuhi qunut dengan laknat terhadap sederet
nama sahabat.
Lebih anehnya banyak yang memberikan apresiasi terhadap
gerakan seperti itu dan menganggapnya sebagai tindakan ishlah.
Ishlah dengan amar
ma'ruf nahi munkar
Perjalanan Imam Husein
as. menuju syahadah telah memberikan gambaran bagi kita bahwa misi ishlah harus
selalu dijaga dan itu yang dilakukan oleh beliau. Ishlah dilakukan dengan
melaksanakan Amar ma'ruf Nahi MunkarImam Husein keluar untuk melakukan amar
ma'ruf nahi munkar. Dalam kitab Tahrir Washilah Imam Khomeini disebutkan
syarat-syarat amar ma'ruf nahi munkar diantaranya:
ü Mengetahui mana yang ma'ruf dan mana
yang mungkar. Dengan kata lain
identifikasi masalah sebelum melakukan tindakan. Bukankah dalam mantiq juga dijelaskan
bahwa sebelum berfikir orang harus melakukan 2 muqadimah: 1. Menghadapi masalah
2. Identifikasi masalah
Tidak memperhatikan
muqadimah-muqadimah itu adalah sebuah kesalahan besar yang menjatuhkan manusia
kepada tindakan kerusakan meskipun menurutnya ia melakukan ishlah. Lihatlah di
sekitar kita, ketika orang menilai Syiah, selalu dengan pandangan negatif bahkan
sebagian mengatakan bahwa setiap berita harus di tabayyunkan keculai berita
tentang Syiah. Mereka tidak mau menghadapi masalah dan mencari informasi
tentang Syiah apalagi mengidentifikasi. Mereka mencela Syiah tapi tidak pernah
mau berbicara dan diskusi dengan Syiah, mungkin karena khawatir akan menjadi
Syiah dan terinfeksi pemikiran Syiah.
Memang benar bahwa
'manusia selalu memusihi apa yang tidak ia ketahui'. Sampai kapanpun mereka
akan tersesat karena mereka tidak pernah mau belajar mana yang ma'ruf dan mana
yang munkar. Mereka gemar menghakimi tanpa hukum (ilmu).
Imam Husein berjuang dan
ikhlas mengorbankan segala yang dimiliki karena beliau mengetahui dengan pasti,
mana yang ma'ruf dan mana yang munkar.
Bukankah ilmu manusia yang
yakin akan sampai pada tingkat muharrik (menggerakkan).
ü Dilarang melakukan amar ma'ruf nahi
munkar jika akan menimbulkan kemunkaran
yang lebih besar.
Terkadang kita melakukan
sesuatu tanpa berfikir panjang akan madharat dan manfaatnya. Keberanian yang
tidak diikuti ilmu madharat dan manfaat hanya akan menciptakan kerusakan
meskipun kita merasa telah melakukan kebaikan.
tûïÏ%©!$# ¨@|Ê öNåkß÷èy Îû Ío4quptø:$# $u÷R9$# öNèdur tbqç7|¡øts öNåk¨Xr& tbqãZÅ¡øtä $·è÷Yß¹ ÇÊÉÍÈ
Yaitu
orang-orang yang telah sia-sia perbuatannya dalam kehidupan dunia ini,
sedangkan mereka menyangka bahwa mereka berbuat sebaik-baiknya.
(Q.S. Al Kahfi: 104)
Imam Husein melakukan pengorbanan
agung itu semata-mata karena beliau tahu bahwa hal itu akan mempersembahkan
manfaat yang besar bagi agama Muhammad dan meninggalkannya akan menimbulkan
madharat yang dahsyat bagi umat ini.
Barangkali kita bertanya, mengapa
Imam Husein as. tidak melakukan tindakan damai sebagaimana yang dilakukan oleh
Imam Hasan as. dengan melakukan perdamaian dengan Mu'awiyah?
Imam Hasan as melakukan itu
karena kondisinya berbeda dimana jika beliau berperang dengan Mu'awiyah, maka
umat akan kebingungan yang membahayakan karena saat itu masih ada orang yang
memanggil Mu'awiyah dengan amirulmukminin apalagi kelompok Khawarij selalu menyebarkan
syubhat kepemimpinan.
[1]
Meningatkan kita akan hukum dibolehkannya ghibah terhadap orang kafir (untuk
menghindarkan orang lain dari kekafirannya) yang telah berubah menjadi
'kafirkanlah orang lain agar boleh dighibah'.
0 komentar:
Posting Komentar